BAHAN SERMON PEKAN PENATALAYANAN GBKP 2025 HARI KELIMA "KITA MENJADI SATU BANGUNAN DALAM TUHAN - 1 Korintus 3:1-11"
===================================================================
Invocatio
: 1 Korintus 14:20
Bacaan
I : Masmur 133:1-3
Kotbah
: 1 Korintus 3:1-11
Tema
: KITA MENJADI SATU BANGUNAN
DALAM TUHAN
===================================================================
Bayangkan
sebuah bangunan megah yang berdiri kokoh. Setiap batu, meskipun berbeda ukuran
dan bentuk, memiliki tempat dan fungsi yang tepat. Batu-batu itu tidak bersaing
untuk menonjolkan keindahan masing-masing, tetapi bersatu membentuk sebuah
struktur yang indah. Dalam banyak hal, gambaran ini mencerminkan bagaimana
Tuhan memanggil kita sebagai umat-Nya untuk menjadi satu dalam Dia. Kita adalah
bangunan yang dibangun di atas dasar Kristus, dengan setiap individu membawa
keunikan dan peran masing-masing. Namun, bagaimana kita bisa menjadi satu
bangunan yang kokoh dalam Tuhan? Apa yang harus kita pelajari dari Firman-Nya
untuk mewujudkan ini?
Paulus,
dalam 1 Korintus 14:20, mengingatkan jemaat Korintus untuk tidak berpikir
seperti anak kecil dalam hal pengertian, tetapi menjadi dewasa. Kedewasaan
rohani yang dimaksud tidak hanya mencakup pemahaman doktrin tetapi juga
melibatkan kasih, pengampunan, dan kerendahan hati yang nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Ketika kita dewasa secara rohani, kita mampu melihat persoalan
dari sudut pandang yang lebih luas, memahami kompleksitas tanpa kehilangan inti
iman kita.
Masmur
133:1-3 menyoroti keindahan dan berkat dari hidup dalam kesatuan. Pemazmur
menggambarkan kesatuan sebagai minyak urapan yang melimpah, simbol kelimpahan
dan kehadiran Tuhan. Kesatuan bukan hanya sebuah keadaan harmonis tetapi juga
alat untuk membawa kehidupan dan berkat yang melimpah. Ayat ini mengingatkan
kita bahwa di dalam kebersamaan yang rukun, ada kuasa Tuhan yang bekerja.
Sementara
itu, 1 Korintus 3:1-11 mengajarkan bahwa setiap orang memiliki peran dalam
membangun gereja, tetapi fondasinya harus tetap Kristus. Paulus berkata,
"Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi
pertumbuhan." Ayat ini menggarisbawahi pentingnya sinergi dalam komunitas
iman, di mana setiap individu menyumbangkan perannya, tetapi tetap bergantung
pada Tuhan sebagai dasar dan sumber kekuatan.
Ketiga
bagian ini membawa kita pada pemahaman bahwa kesatuan, kedewasaan rohani, dan
fokus pada Kristus adalah elemen kunci untuk menjadi satu bangunan dalam Tuhan.
Tanpa kedewasaan, kita mudah terjebak dalam konflik yang tidak perlu. Tanpa
kesatuan, kita menjadi rapuh seperti bangunan tanpa mortar. Tanpa Kristus
sebagai dasar, semua usaha kita akan sia-sia.
Namun,
bagaimana hal ini relevan bagi gereja masa kini? Dalam dunia yang penuh
perpecahan, gereja menghadapi tantangan untuk menjaga kesatuan di tengah
keberagaman budaya, denominasi, dan preferensi pribadi. Ketika kita menempatkan
Kristus sebagai pusat, semua perbedaan menjadi bagian dari mosaik indah yang
memuliakan Tuhan.
Dari
perspektif psikologis, komunitas yang sehat dibangun di atas empati,
komunikasi, dan tujuan bersama. Psikologi sosial menunjukkan bahwa ketika
individu merasa dimiliki dan diterima, mereka lebih cenderung berkontribusi
pada keharmonisan komunitas. Teolog postmodern seperti Miroslav Volf juga
menekankan pentingnya rekonsiliasi. Volf berpendapat bahwa pengampunan adalah
langkah utama untuk menciptakan komunitas yang kuat, di mana perbedaan dihargai
tanpa melupakan dasar iman kita.
Dari
sisi filsafat, Aristoteles berbicara tentang kebajikan sebagai dasar hubungan
manusia. Dalam konteks gereja, kebajikan ini tercermin dalam kasih, kesabaran,
dan kerendahan hati. Semua ini diperlukan untuk membangun komunitas yang
mencerminkan kemuliaan Tuhan.
Sebagai
umat Tuhan, kita dipanggil untuk menjadi bagian dari satu bangunan yang kokoh.
Ini berarti menanggalkan ego, mengesampingkan perbedaan yang tidak esensial,
dan bekerja bersama untuk memuliakan Tuhan. Seperti batu-batu yang saling
menopang dalam sebuah bangunan, kita dipanggil untuk mendukung satu sama lain,
membawa kedewasaan rohani, dan fokus pada Kristus sebagai fondasi utama.
Saat kita merenungkan hidup kita, mari kita bertanya: Apakah kita menjadi bagian yang memperkokoh bangunan Tuhan, atau justru melemahkannya? Apakah hidup kita mencerminkan kedewasaan, kasih, dan kesatuan yang dikehendaki Tuhan? Dengan menjawab panggilan ini, kita tidak hanya menjadi bangunan yang indah, tetapi juga tempat di mana Tuhan hadir dan dimuliakan.
Komentar
Posting Komentar