Hari kedua dari Pekan Doa ini membawa kita pada narasi yang menggugah: peristiwa pertempuran antara Israel dan Amalek di Rafidim. Kita melihat bagaimana kemenangan umat Allah tidak ditentukan semata oleh kekuatan militer, strategi, atau pengalaman perang. Kemenangan mereka lahir dari kesatuan yang utuh — antara Musa, Harun, Hur, dan Yosua beserta para prajurit.
Pada ayat-ayat ini, terdapat gambaran yang sangat simbolis dan teologis: ketika tangan Musa terangkat, Israel menang; ketika turun, Amalek unggul. Maka Harun dan Hur menopang tangan Musa agar tetap terangkat sampai matahari terbenam. Di sinilah kita menemukan bahwa kesatuan dalam tubuh umat Allah bukan sekadar kerja sama, tetapi bagian dari rencana kemenangan ilahi.
1. Kesatuan yang Tidak Egois
Setiap tokoh dalam kisah ini memainkan peran berbeda. Musa tidak turun ke medan perang, tetapi mengangkat tongkat Allah. Yosua tidak berada di atas bukit, tetapi memimpin pasukan. Harun dan Hur tidak memimpin doa atau memegang pedang, tetapi menopang tangan Musa. Semua saling melengkapi, bukan saling menonjolkan. Tidak ada yang merasa paling penting. Inilah kesatuan yang dewasa: masing-masing menjalankan fungsinya dengan setia demi kemenangan bersama.
Di dalam gereja dan pelayanan, seringkali kita terjebak dalam keinginan untuk diakui. Kita merasa doa kita harus lebih didengar, pelayanan kita harus lebih dilihat, ide kita harus selalu diikuti. Tapi kisah di Keluaran 17 menegur dan sekaligus mengundang kita: maukah kita menjadi seperti Harun dan Hur, menopang orang lain agar maksud Tuhan digenapi, meski mungkin nama kita tidak disebut dalam sorotan utama?
2. Kemenangan Dimulai dari Doa yang Bersatu
Musa tidak hanya mengangkat tangan secara fisik, tetapi ia berdiri sebagai simbol kehadiran Allah — membawa doa dan iman di tengah peperangan. Ini menyadarkan kita: pergumulan hidup dan pelayanan bukan hanya soal strategi dan aksi nyata, tetapi juga tentang kekuatan rohani yang menopang dari balik layar.
Kesatuan dalam doa adalah fondasi bagi kemenangan dalam kehidupan. Tanpa Musa yang berdoa, pasukan Yosua bisa kalah. Tanpa Harun dan Hur yang menopang, Musa bisa kelelahan. Tanpa Yosua yang bertarung, doa pun tak menjangkau kemenangan konkret. Inilah harmoni rohani yang diinginkan Tuhan dari umat-Nya.
3. Kesatuan adalah Kesaksian Akan Nama Tuhan
Di akhir kisah, Musa mendirikan mezbah dan menamainya “Tuhan adalah panji-panjiku” (YHWH-Nissi). Kemenangan ini bukan untuk nama pribadi, tetapi untuk kemuliaan Tuhan. Ketika umat Tuhan hidup dalam kesatuan yang sungguh-sungguh, kemenangan yang terjadi tidak memuliakan satu individu, tetapi memuliakan Tuhan sebagai satu-satunya Penolong dan Sumber kuasa.
Kesatuan yang sejati akan selalu menempatkan Tuhan sebagai pusat, bukan manusia.
Refleksi bagi Pelayan dan Jemaat
Hari ini, kita diajak bertanya kepada diri sendiri:
-
Apakah aku menjadi bagian dari kesatuan yang membangun, atau justru sumber perpecahan yang halus dalam pelayanan?
-
Apakah aku mau menjalankan peranku, meski tidak di panggung utama?
-
Apakah aku berdoa bersama dan menopang saudara sepelayanan, atau hanya sibuk di medan perjuanganku sendiri?
Kesatuan untuk kemenangan bukan sekadar bekerja bersama, tetapi bersatu dalam semangat, iman, dan kerendahan hati demi satu tujuan: agar maksud Allah digenapi di tengah dunia ini.
Mari kita terus berdoa dan berdiri bersama. Mungkin tangan saudaramu mulai letih — topanglah dia. Mungkin kamu sedang dalam peperangan — izinkan yang lain menopangmu. Sebab kemenangan umat Allah bukan dicapai dengan kekuatan sendiri, melainkan dalam kesatuan yang disatukan oleh kasih Kristus.
Solus Christus. Soli Deo Gloria.
Komentar
Doa orang benar bila berdoa bersama dgn yakin besar kuasanya....🙏
Posting Komentar