Ya, pilpres saat ini memang membuat banyak orang semakin GILA dan ‘SOK
TAU’ tentang kehendak Tuhan. Bayangkan saja, beberapa orang meyakini bahwa
Prabowo menang dan hal ini sudak dikehendaki Tuhan. Bahkan karena keyakinan ini
orang-orang tersebut semakin tidak peduli pada hasil-hasil dari survey yang
menunjukkan rendahnya elektabilitas Prabowo. Lebih parahnya lagi, bermunculan
orang-orang yang semakin tidak mempercayai pemerintahannya. Sungguh, ini bukan karena
pemerintahan yang terlalu buruk. Tetapi bagi calonteolog.com hal ini
dikarenakan banyaknya oknum yang saat ini memberikan opini-opini tersebut ke
khalayak ramai.
Coba kita lihat pilpres-pilpres sebelumnya, adakah orang-orang yang berfikir,
bila hasil-hasil survey menurukan kredibilitas calon yang diusungnya. Maka Tuhan
punya cara untuk mengubah semua hal ini dengan menghadirkan bencana pada
wilayah-wilayah yang jelas bahwa calon pemimpinnya kalah suara ditempat itu.
Adakah? Hanya pilpres kali ini, orang-orang berfikir demikian. Ketika terjadi
bencana Gempa dan Tsunami di beberapa daerah seperti Palu ataupun Lombok. Orang-orang
yang menjadi oposisi mengatakan bahwa Tuhan sedang bekerja untuk menjatuhkan
Jokowi.
Kegilaan apa yang membuat orang-orang ini memiliki kesimpulan tersebut. Bahkan,
Tuhan macam apa, yang tega membunuh
banyak orang, hanya untuk menjatuhkan kredibilitas Jokowi? Sangat gila!
Tentu hal ini juga tidak terjadi hanya dari pendukung Prabowo, juga
terjadi pada pendukung Jokowi.
Sebab pendukung
Jokowi pun banyak yang begitu. Pendukung Jokowi pun percaya bahwa Tuhan memang
menghendaki Jokowi menang di tahun 2014, dan akan menang lagi di tahun 2019.
Banyak yang melihat tanda-tanda, sebagai isyarat kehendak Tuhan.
Betapa pilpres
saat ini membuat banyak orang menjadi “sok tau” dengan kehendak Tuhan. Tapi
untuk benar-benar curiga pada pilpres, rasa-rasanya calonteolog.com terlalu
cepat menyimpulkannya. Jangan-jangan ada pemahaman yang salah dalam melihat
keyakinannya sendiri.
Calonteolog.com mengajak semua pembaca untuk berfikir secara waras. Karena
kita sama-sama tidak tahu, tentu tidak perlu kita bahas soal apa dan bagaimana
kehendak Tuhan. Ringkasnya, tidak perlulah membawa-bawa Tuhan dalam urusan ini.
Tapi apakah berarti Tuhan tidak campur tangan dalam urusan Pilpres ini?
Jawabannya sama, kita tidak tahu, tidak seorang pun tahu.
Mungkin benar apa yang dikatakan Paulus dalam Roma 13:1-7. Bahwa kita
harus patuh kepada pemerintahan. Karena semua pemerintahan itu berasal dari
Tuhan. Tapi kita harus sadar pula, bahwa di dalam Perjanjian Baru terdapat dua sisi
pandang yang berbeda tentang sikap orang Kristen terhadap pemerintah. Walaupun
konteks historisnya berbeda, tetapi keduanya tidak bertentangan. Ketaatan yang
diajarkan Paulus dalam Roma 13 mengandung sikap positif terhadap pemerintah.
Sedangkan Yohanes dalam Kitab Wahyu 13 memiliki sikap negatif, karena
pemerintah telah berubah menjadi musuh Allah dan mengancam kehidupan
gereja. Sesuatu yang ia tuliskan dengan simbol-simbol yang sangat mengerikan. Sikap Yohanes tersebut memiliki alasan jelas dan bukan mau menentang
sikap positif Paulus dalam Roma 13. Tetapi justru mau mengimbangi sikap orang Kristen
terhadap pemerintah dalam Roma 13. Selain itu, Yohanes memiliki argumentasi
yang berbeda tetapi tidak bertentangan. Ketaatan kepada pemerintah harus
direalisasikan berdasarkan suneidesis (suara hati), akal budi, pikiran yang
kritis dan tidak membabi buta. Atau bukan karena takut terhadap hukuman dan
ancaman dari pemerintah, tetapi karena ketaatan dan kesetiaan yang
sungguh-sungguh kepada Allah.
Untuk itu calonteolog.com
mengajak setiap orang dalam pilpres kali ini untuk benar-benar berfikir jernih.
Calonteolog.com mengajak saudara untuk jernih dan kritis pada pilihan Anda.
Bukan hanya kepada pilpres saat ini, tetapi semua hal yang ada dalam hidup
anda. Tetapkan standar, platform bagi pilihan saudara. Posisikan bahwa saudara
bukan sedang memilih yang terbaik di antara yang terburuk. Saudara adalah
pemilih yang hanya mau memilih yang baik. Bahkan lebih daripada itu, atas semua
pilihan tersebut. Saudara juga bisa kritis terhadapnya. Jangan sampai
mendewakan pemerintahan dan menutupi semua kesalahan-kesalahan dari calon
pemimpin yang anda banggakan!
Terlebih sebagai
Gereja, terkhusus pada situasi perpecahan yang jelas terlihat saat ini terjadi
antara mereka yang pro pemerintah dan mereka yang kontra pemerintah. Gereja
harus mampu berdiri ditengah-tengah perpecahan yang ada dengan berpihak pada
mereka yang terdiskriminasi tanpa harus selalu menyalahkan pemerintah, yakni
dengan hidup bersosisal dengan masyarakat tanpa terkecuali, terbuka pada poses
perpolitikan dan perkembangan perekenomian yang ada. Sehingga Gereja mampu
memiliki warna tersendiri yang akhirnya membangun harmoni yang baik bagi dunia
saat ini. Bukan justru mengasingkan diri, dan bergerak hanya ketika merasa
bahwa diri selalu menjadi sasaran bagi orang lain. Sudah saatnya Gereja menjadi
garam dan terang dalam kegilaan ini. Bukan hanya sekedar taat seperti orang
bodoh. Tetapi juga kritis pada kebodohan yang dilakukan calon pemimpin yang
saudara pilih! Itulah pemilih yang cerdas dan berhikmat! Tidak berhenti pada proses pemilu saja tetapi juga terus mengawasi pemerintahan yang terpilih.
Komentar
Posting Komentar