Ketika dunia kita semakin sempit oleh polarisasi, ketika berita lebih banyak memecah daripada menyatukan, dan ketika media sosial menjadi tempat saling menjatuhkan nama dan harga diri — Allah memanggil kita untuk berdoa. Bukan hanya untuk diri sendiri. Tetapi untuk seluruh manusia.
Ini bukan panggilan yang ringan, karena “seluruh manusia” mencakup mereka yang berbeda pilihan, berbeda iman, berbeda karakter, bahkan yang pernah melukai kita. Tetapi justru di situlah letak kekuatan spiritual dari sebuah kehidupan doa yang sejati.
1. Doa: Tindakan Publik yang Pribadi
Dalam 1 Timotius 2:1, Paulus mendesak agar permohonan, doa syafaat, dan ucapan syukur “diangkat untuk semua orang.” Ini bukan jenis doa yang eksklusif, melainkan inklusif — sebuah laku spiritual yang tidak hanya mengalir ke dalam, tetapi juga keluar.
Doa bukan hanya untuk membangun pribadi rohani yang kuat, melainkan untuk memperluas belas kasih Allah kepada dunia yang sedang terluka. Ketika kita mendoakan orang lain, kita menyatakan bahwa mereka pun adalah bagian dari cerita penebusan Allah.
Maka berdoa untuk seluruh manusia berarti:
-
Membawa para pemimpin, baik yang kita dukung maupun yang tidak.
-
Mengangkat orang miskin, para pekerja, dan mereka yang tidak terdengar suaranya.
-
Menyebut mereka yang berbeda agama, orientasi, latar belakang, bahkan mereka yang menentang iman kita.
2. Doa sebagai Cermin dari Hati Kristus
Paulus berkata bahwa Allah menginginkan “supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (ayat 4). Jika Allah sendiri memiliki hati bagi semua manusia, bagaimana dengan kita?
Doa menjadi momen di mana hati kita dilatih untuk sejalan dengan hati Kristus. Kita tidak hanya berdoa agar orang berubah sesuai keinginan kita, tetapi agar mereka disentuh oleh kasih karunia Allah seperti kita telah disentuh sebelumnya.
Ini bukan soal menyetujui semua tindakan manusia, tetapi tentang mempercayai bahwa kasih Allah lebih besar daripada dosa dan kekacauan dunia.
3. Kristus: Pengantara Bagi Semua
Ayat 5 menegaskan bahwa hanya ada satu pengantara antara Allah dan manusia, yaitu Kristus Yesus. Kita tidak sedang berdoa agar manusia diselamatkan oleh kekuatan politik, ekonomi, atau ideologi, melainkan oleh salib Kristus yang telah menebus setiap pribadi.
Maka, setiap kali kita menyebut nama seseorang dalam doa, kita secara rohani menempatkan mereka di bawah naungan kasih penebusan Kristus. Kita tidak membawa mereka kepada kekuasaan dunia, tetapi kepada Sang Juruselamat dunia.
4. Doa Mengubah Dunia, Tapi Lebih Dahulu Mengubah Kita
Sungguh, berdoa untuk seluruh manusia itu tidak mudah. Kita mungkin mulai dengan keberatan: “Bagaimana mungkin saya mendoakan orang yang tidak saya sukai?” Tetapi justru saat itulah doa menjadi proses penyucian.
Kita tidak bisa sungguh membenci orang yang kita doakan setiap hari. Mungkin kita tidak akan langsung melihat dunia berubah, tetapi hati kita akan mulai lunak, mata kita mulai terbuka, dan kasih kita mulai bertumbuh.
Refleksi Hari Ini
-
Apakah isi doa-doaku selama ini hanya berpusat pada diriku sendiri?
-
Siapa saja orang yang sulit aku doakan dengan tulus? Apakah aku mau belajar menyerahkan mereka kepada kasih Allah?
-
Apakah aku sungguh percaya bahwa Kristus telah mati untuk semua manusia, dan bahwa doa dapat menjadi saluran kasih Allah bagi dunia?
Mari kita latih diri dalam Pekan Doa ini untuk tidak hanya menjadi pendoa yang saleh, tetapi juga pembawa kasih yang inklusif. Dunia tidak perlu lebih banyak kemarahan — dunia butuh lebih banyak orang yang berdoa dengan hati yang lembut.
Biarlah dari rumah kita, dari gereja kita, dari ruang-ruang sunyi tempat kita bersujud, mengalir kasih yang meliputi seluruh manusia. Doa yang seperti itulah yang mendekatkan dunia kepada Sang Juruselamat.
Solus Christus. Soli Deo Gloria.
Komentar
Posting Komentar