Hari Ketiga Pekan Doa GBKP 2025 “Bersama Dengan Sungguh Berdoa” (Kisah Para Rasul 1:12–14)

 


Pada hari ketiga ini, kita dibawa kepada sebuah ruang yang sunyi tetapi penuh kuasa. Di ruang atas Yerusalem itu, murid-murid Yesus berkumpul setelah peristiwa kenaikan-Nya. Tidak ada program besar, tidak ada rencana taktis gereja masa depan, tidak ada komite pelayanan dibentuk. Yang ada hanyalah doa yang sungguh, dan persekutuan yang penuh kesetiaan.

Kisah Para Rasul 1:14 mencatat, "Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan saudara-saudara Yesus." Inilah momen krusial dari lahirnya Gereja. Sebelum mereka menerima Roh Kudus, sebelum ada tanda-tanda mujizat, yang ada hanyalah kesatuan dalam kerinduan yang diekspresikan melalui doa.

1. Doa Bukan Sekadar Kegiatan, Tapi Nafas Bersama

Dalam banyak pelayanan, doa seringkali dianggap sebagai pengantar atau penutup. Tetapi di sini, kita melihat bahwa doa adalah pusat dari keberadaan gereja yang baru akan dilahirkan. Murid-murid tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi mereka memilih untuk tetap berkumpul dan bersungguh-sungguh dalam doa. Inilah yang membuat mereka siap menyambut kedatangan Roh Kudus.

Doa yang sungguh bukanlah soal panjangnya kalimat, melainkan kesatuan hati dan kesetiaan untuk tinggal menanti bersama-sama. Doa yang dilakukan bersama tidak hanya memperkuat iman pribadi, tetapi membentuk komunitas yang tahan menghadapi ketidakpastian.

2. Doa Membentuk Karakter, Bukan Sekadar Menghasilkan Jawaban

Di tengah dunia yang serba cepat dan instan, seringkali kita ingin melihat jawaban doa lebih cepat daripada waktu yang Tuhan tetapkan. Tapi di ruang atas itu, mereka tidak tergesa. Mereka bertekun. Mereka tidak hanya menunggu jawaban, tetapi dibentuk oleh proses menunggu itu sendiri. Dalam doa bersama, Tuhan bukan hanya menyiapkan jawaban, tetapi terlebih dahulu menyiapkan hati kita.

Karakter rohani tidak dibentuk dari pelayanan besar, tetapi dari keintiman yang terus-menerus dalam doa yang sederhana namun setia.

3. Doa yang Menghimpun, Bukan Memecah

Yang menarik, di ruang atas itu hadir pula perempuan, termasuk Maria ibu Yesus, dan saudara-saudara-Nya. Mereka yang sebelumnya tidak selalu percaya kepada Yesus, kini bersatu dalam doa. Inilah kekuatan doa sejati: menghimpun orang-orang yang berbeda latar belakang, menyatukan mereka dalam pengharapan yang sama.

Doa yang sungguh tidak memecah, melainkan merekatkan. Tidak memaksakan kehendak, melainkan mencari kehendak Tuhan bersama. Dan dari tempat doa yang sehati itulah lahir Gereja yang mengubah dunia.


Refleksi Bagi Kita Hari Ini

Hari ini kita diajak untuk merenung:

  • Apakah kita masih percaya bahwa doa sungguh-sungguh dapat mengubah arah sejarah?

  • Apakah kita mau kembali ke “ruang atas” kehidupan kita — tempat kita tidak hanya berbicara tentang Tuhan, tetapi berbicara kepada Tuhan bersama-sama?

  • Apakah pelayanan kita lahir dari doa bersama, atau hanya dari rapat-rapat tanpa semangat rohani?

Mungkin gereja kita lelah, mungkin komunitas kita mulai kering, mungkin pelayanan kita seperti berjalan di tempat. Maka, kembalilah ke dasar yang sejati: doa bersama yang sungguh. Bukan untuk mencari kekuatan baru dari dalam diri, tetapi supaya Roh Kudus kembali bekerja di antara kita.

Mari kita kembalikan tempat utama bagi doa — bukan sebagai pelengkap, tetapi sebagai pondasi. Karena seperti para murid, kita pun tidak akan pernah siap menghadapi apa pun di masa depan jika kita tidak terlebih dahulu bersatu dalam doa.

Solus Christus. Soli Deo Gloria.

Komentar