Hari Pertama Pekan Doa GBKP 2025 – “Berdoa untuk Kesatuan”

 


Hari pertama dari Pekan Doa GBKP 2025 mengajak kita merenungkan satu tema yang tidak hanya relevan, tetapi juga sangat mendesak bagi kehidupan bergereja dan panggilan pelayanan kita: “Berdoa untuk Kesatuan.”

Firman Tuhan dari Filemon 1:4–7 menjadi dasar refleksi kita. Di sana, kita melihat bagaimana kasih dan iman yang hidup dalam Kristus dapat menjadi kekuatan penghiburan dan kesegaran dalam tubuh Kristus. Rasul Paulus memuji Filemon, bukan semata-mata karena kesalehannya secara pribadi, tetapi karena imannya yang berbuah dalam kasih yang nyata — yang memberi hidup bagi komunitas.

Kesatuan yang sejati tidak dimulai dari kompromi atau sekadar kesepakatan lahiriah. Ia lahir dari relasi yang sehat dan mendalam dengan Allah sendiri. Dalam kasih Filemon, kita melihat jembatan yang menghubungkan iman pribadi dengan kesaksian komunal. Namun lebih dari itu, kita diingatkan bahwa kesatuan bukan hanya soal kita dengan sesama, melainkan kita dengan Allah Tritunggal.

Sering kali kita memaknai doa untuk kesatuan sebatas upaya memperbaiki relasi yang rusak — antara individu, antarkelompok, atau bahkan antargereja. Tentu saja, hal ini penting. Banyak dari kita yang mungkin menyadari adanya relasi yang sedang kering, bahkan nyaris mati, akibat luka masa lalu, perbedaan pendapat, atau kekecewaan yang belum selesai. Maka, berdoa untuk kesatuan juga berarti merajut kembali tenunan tubuh Kristus yang telah robek.

Tetapi, marilah kita melangkah lebih dalam — melihat tema ini dari lensa teologi yang lebih utuh. Dalam tradisi Reformed, khususnya dari pemikiran Yohanes Calvin, doa bukan hanya komunikasi spiritual, melainkan partisipasi aktif dalam hidup Allah sendiri. Ketika kita berdoa, kita tidak melakukannya sendirian. Roh Kudus menolong dan menuntun kita, membawa kita ke dalam relasi dengan Kristus, Sang Pengantara, yang mempertemukan kita dengan Allah Bapa.

Dengan kata lain, setiap doa sejati adalah pengalaman kesatuan dengan Allah Tritunggal. Kita diundang untuk masuk dalam gerak kasih Ilahi — dari Bapa, melalui Anak, oleh kuasa Roh Kudus. Kesatuan seperti inilah yang menjadi dasar dan sumber dari segala kesatuan lain di bumi.

Inilah yang membentuk kita — bukan menjadi pribadi yang sekadar “tidak bertengkar,” tetapi menjadi pribadi yang mau mengasihi, mengampuni, dan memulihkan. Kesatuan tidak berarti seragam, tetapi berakar pada satu cinta, satu pengharapan, dan satu iman kepada Tuhan yang sama.

Filemon dipanggil untuk menerjemahkan kasihnya dalam tindakan nyata, dalam pengampunan dan penerimaan kepada Onesimus. Demikian pula kita: kesatuan yang sejati bukanlah slogan, tetapi buah dari hati yang telah bersatu dengan kasih Kristus.

Maka, di hari pertama Pekan Doa ini, marilah kita semua — para pelayan Tuhan, penatua, sintua, pemuda, orangtua, dan seluruh jemaat — mempersiapkan diri dengan hati yang terbuka. Jangan sekadar mendoakan perubahan bagi orang lain. Berdoalah agar hati kita sendiri terlebih dahulu disatukan kembali dengan kasih Allah. Dari sanalah aliran damai, pemulihan, dan kesatuan yang sejati akan mengalir kepada dunia di sekitar kita.

Kiranya Pekan Doa ini bukan menjadi rutinitas tahunan yang berlalu begitu saja, melainkan menjadi titik tolak pertumbuhan kita menuju kedewasaan rohani yang penuh di dalam Kristus.

Solus Christus. Soli Deo Gloria.

Komentar