KELUARGA YANG MENYEMBAH TUHAN

 

Ada banyak rumah di dunia ini, tetapi tidak semua rumah menjadi keluarga. Ada banyak keluarga, tetapi tidak semuanya menjadi tempat di mana Tuhan dihormati dan hikmat-Nya membentuk kehidupan. Tema “Keluarga yang menyembah Tuhan” bukanlah hanya sebuah slogan rohani; ia adalah undangan untuk memasuki sebuah perjalanan panjang—perjalanan di mana penyembahan tidak berhenti pada liturgi, tetapi menjadi napas yang menghidupkan seluruh dinamika rumah.


1. Keluarga Dibangun dari dan dengan Hikmat Tuhan (Amsal 24:3)

Amsal mengingatkan, “Dengan hikmat rumah dibangun, dengan pengertian ditegakkan.” Ayat ini menegaskan bahwa sebuah keluarga tidak bertahan hanya dengan kasih yang emosional, kerajinan yang manusiawi, atau kekuatan ekonomi semata. Yang menopang keluarga bukan fondasi beton, tetapi hikmat Tuhan—hikmat yang menyadarkan bahwa keluarga adalah karya Tuhan yang harus ditata dalam takut akan Dia.

Hikmat Tuhan membuat seorang ayah berhenti dari ambisi yang membutakan, seorang ibu menemukan damai dalam kesederhanaan, dan anak-anak belajar mengenal kasih bukan dari teori, tetapi dari teladan sehari-hari. Hikmat Tuhan membuat pembicaraan meja makan berubah menjadi ruang pendidikan karakter; konflik menjadi kesempatan pertumbuhan; dan keputusan-keputusan kecil pun ditimbang dalam terang firman.


2. Hikmat Tuhan Mengubah Penyembahan Menjadi Pola Hidup (Mazmur 112:1–10)

Mazmur 112 menggambarkan orang yang takut akan Tuhan bukan sebagai sosok yang hanya tekun beribadah, tetapi yang hidupnya memantulkan terang Tuhan dalam setiap aspek keseharian. Ini adalah gambaran tentang keluarga yang menyembah Tuhan tidak hanya pada hari Minggu, tetapi melalui pilihan moral yang berani, integritas yang tidak tergoyah, dan daya tahan ketika badai menghantam.

Penyembahan yang lahir dari hikmat Tuhan akan:

  • Menumbuhkan karakter yang kuat, bukan rapuh oleh penilaian dunia.

  • Mewujudkan etika hidup yang nyata, bukan sekadar teori.

  • Menciptakan daya tahan rohani, sehingga ketika badai ekonomi, konflik batin, atau kekecewaan melanda, keluarga tetap tegak karena mereka berakar pada Firman, bukan perasaan.

Keluarga yang demikian tidak perlu banyak bicara tentang iman mereka—hidup mereka sendiri menjadi liturgi yang terbaca oleh semua orang.


3. Kornelius: Teladan Keluarga yang Membangun Rumahnya dengan Hikmat Tuhan (Kisah Para Rasul 10:1–2)

Kornelius, seorang perwira Romawi, bukan orang Yahudi, bukan ahli Taurat, dan tidak dibesarkan dalam tradisi Israel. Namun ia digambarkan sebagai “seorang yang saleh, takut akan Tuhan, ia beserta seisi rumahnya.” Hikmat Tuhan tidak mengenal batas etnis, latar belakang, atau status sosial. Ia turun kepada setiap orang yang sungguh mencari Tuhan.

Kornelius menunjukkan bahwa:

  • Penyembahan sejati berakar dalam karakter, bukan sekadar ritus.

  • Kepemimpinan rohani dalam keluarga bukan hasil gelar, tetapi kesetiaan yang nyata.

  • Keluarga yang menyembah Tuhan menciptakan atmosfer ilahi, sehingga malaikat masuk, doa naik, dan penyataan Tuhan terjadi.

Rumah Kornelius menjadi tempat di mana hikmat Tuhan bertemu dengan kesediaan manusia—dan dari situ, sebuah pintu baru bagi bangsa-bangsa terbuka.


Penutup: Menjadi Keluarga yang Menyembah Tuhan di Masa Kini

Di tengah zaman ketika keluarga mudah retak oleh kesibukan, kompetisi, dan suara-suara dunia yang memecah fokus, panggilan ini kembali bergema:
Jadilah keluarga yang menyembah Tuhan.

Bukan sekadar keluarga yang rajin ibadah, tetapi keluarga yang hidup dalam hikmat-Nya.
Bukan sekadar keluarga yang punya Alkitab, tetapi keluarga yang membiarkan firman itu membentuk cara berpikir dan memilih.
Bukan sekadar keluarga yang “religius”, tetapi keluarga yang mewariskan iman yang mampu bertahan dalam krisis dan tetap bersinar ketika dunia gelap.

Karena ketika hikmat Tuhan membangun rumah, penyembahan bukan lagi aktivitas—ia menjadi kehidupan. Dan dari kehidupan itulah dunia melihat terang Kristus bersinar melalui keluarga yang sederhana namun dipenuhi anugerah.

Kiranya rumah kita menjadi rumah Kornelius masa kini: tempat hikmat Tuhan berdiam, penyembahan mengalir, dan kasih Tuhan diwariskan dari generasi ke generasi.

Komentar