Memberikan Penghormatan pada Orang Lain - Pekan Keluarga Hari Ketiga

 


Menjelang masa Adven, Gereja diundang untuk menantikan kedatangan Kristus bukan sekadar dengan nyanyian dan lilin, melainkan dengan sikap hati yang memuliakan sesama. Adven bukan hanya penantian yang menatap ke atas, tetapi juga panggilan yang menunduk ke bawah — menatap wajah sesama dengan kasih dan hormat.
Tema “Memberikan Penghormatan pada Orang Lain” menjadi sangat relevan dalam keluarga dan jemaat, ketika relasi sering kali diwarnai oleh gengsi, perbandingan, dan keinginan untuk diistimewakan. Namun tiga teks Alkitab ini — 2 Samuel 9:1–13, Roma 2:11, dan Lukas 14:7–14 — mengajarkan bahwa kehormatan sejati bukan sesuatu yang dituntut, melainkan diberikan.

 

1. Kasih Setia yang Menghormati: Belajar dari Daud (2 Samuel 9:1–13)

Kisah Daud dan Mefiboset menggambarkan penghormatan yang lahir dari kasih setia (esed). Dalam tradisi politik kuno, raja baru biasanya menyingkirkan keturunan raja lama. Namun Daud, yang telah dimahkotai dan berkuasa, justru mencari keturunan Saul untuk ditunjukkan kasih setia demi Yonatan.

Ia menemukan Mefiboset — seorang yang lumpuh, tidak berguna secara sosial, dan secara politik “berbahaya”. Tetapi Daud mengangkatnya untuk duduk di meja raja seperti anak sendiri (ay. 11).

Di sini, penghormatan bukan ditujukan kepada orang yang berkuasa, melainkan kepada yang tak berdaya.

Tindakan Daud mencerminkan kasih Allah sendiri yang menghormati manusia berdosa dengan anugerah. Dalam masa Adven, tindakan Daud ini menubuatkan datangnya Raja yang lebih besar dari Daud — Kristus yang datang untuk menghormati manusia yang hina dengan menghadirkan mereka dalam perjamuan kasih Allah.


2. Keadilan Allah yang Tanpa Pembedaan (Roma 2:11)

Rasul Paulus menegaskan bahwa “Allah tidak memandang bulu.” Dalam dunia yang dikuasai struktur sosial, rasial, dan religius, pernyataan ini bersifat revolusioner. Paulus mengingatkan jemaat di Roma bahwa penghormatan yang sejati tidak boleh didasarkan pada status, ras, atau keunggulan moral.

Baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi, semuanya berdosa dan semuanya diundang kepada kasih karunia Allah.

Dengan kata lain, Allah sendiri menjadi teladan tertinggi dalam menghormati manusia tanpa pandang muka. Ia menghargai setiap orang sebagai ciptaan-Nya, dan memanggil gereja untuk mencerminkan sifat itu.

Dalam konteks keluarga Kristen, penghormatan berarti memperlakukan setiap anggota keluarga dengan keadilan dan kasih — tanpa pilih kasih antara yang kuat dan yang lemah, yang tua dan yang muda, yang sukses dan yang gagal.

Dalam konteks Adven, kita belajar menantikan Allah yang adil, dengan menjadi pribadi yang adil dan hormat kepada semua.

 

3. Kerendahan Hati dan Kasih Tanpa Pamrih (Lukas 14:7–14)

Yesus mengajarkan bahwa dalam jamuan Kerajaan Allah, yang duduk di tempat rendah justru akan diangkat, dan yang mengundang orang yang tak bisa membalas justru akan berbahagia.
Dalam masyarakat yang mengejar kehormatan, Yesus membalikkan nilai dunia:

“Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan; dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Memberi penghormatan bukan sekadar menghargai orang lain dengan kata, tetapi mendahulukan mereka dengan kerendahan hati dan kasih yang tidak menuntut balasan.
Menghormati berarti membuka ruang bagi orang lain untuk dihargai, bahkan bagi mereka yang sering dilupakan — orang miskin, sakit, cacat, atau tersisih.

Inilah cara Yesus memuliakan manusia: bukan dengan memberi kedudukan, tetapi dengan memberi tempat di meja kasih.

 

4. Dimensi Adven: Menghormati Sebagai Tanda Penantian

Adven mengingatkan bahwa Sang Raja akan datang — bukan untuk mencari penghormatan, tetapi untuk menghormati manusia yang hina.

Karena itu, setiap keluarga Kristen yang menantikan Kristus dipanggil untuk meneladani sikap-Nya:

  • Menghormati dengan kasih, bukan dengan pamrih.
  • Mengangkat, bukan menjatuhkan.
  • Menyambut yang kecil, bukan memuliakan diri sendiri.

Dalam kebaktian keluarga, penghormatan kepada sesama menjadi bentuk nyata ibadah kepada Allah. Sebab setiap penghormatan kepada sesama adalah pantulan penghormatan kepada Sang Pencipta.

 

Ketiga teks ini bersuara satu nada: kerendahan hati adalah bentuk tertinggi penghormatan.
Daud menghormati Mefiboset karena kasih setia. Allah menghormati manusia tanpa pandang muka. Yesus menghormati mereka yang tidak mampu membalas kasih-Nya.

Maka dalam masa Adven ini, kiranya setiap keluarga Kristen menyalakan lilin bukan hanya di meja ibadah, tetapi juga di hatinya — menjadi terang yang menghormati orang lain dengan kasih, adil, dan rendah hati.

Sebab di hadapan Allah, penghormatan sejati adalah buah dari kasih karunia.

 

Komentar